Total Pengunjung

Minggu, 27 Oktober 2013

Ayah

Ayah, bukan seperti itu kita mengingatnya?
Dalam sujud adakah namanya?
Dalam jalan sukses kita adakah kebanggan yang disematkan untuknya?
Ayah, Sudahkah kita menobatkannya sebagai pahlawan dengan banyak jasa?

Ayah pergi, saat fajar'pun malu-malu untuk menunjukan keindahannya
Dia belum sarapan pagi ini, pedulikah kita akan hal itu?
Bahakan terbangun dari tidur'pun belum kita lakukan
Sudahkah kita mengingatkannya agar tidak pulang terlalu malam, sebab kerinduan dan kecemasan kita?

Ayah pulang dari kerja dengan mimik gembira dan pasti hati'nya lesuh
Entah tekanan apa yang dia terima, aku tidak perduli
Saat ini ia sudah dirumah dan disinilah ia akan merasakan mimik gembira tanpa hati lesuh
Itu pekerjaan ku selain belajar dan bermain, iya. Aku dan ayah berteman

Ayah tahukah, andai kita tidak perlu makan dan minum atau apa pun bisa kita tanam dan berbuah
Kau tidak perlu seperti ini
Lupakan semua yang ku minta saat nanti kau menerima gaji
Permintaan ku sekarang hanya beberapa dan itu tidaklah sulit

Ayah, jangan sakit
Ayah, gembiralah
Ayah, ceritakan aku tentang masa kecil ku dulu
Ayah, aku ingin ayah lihat dan merasakan kesuksesan ku
Ayah, ingin kah kau merasakan tanah suci? Aku akan membawa mu kesana
Ayah, do'a kan aku dalam sujud dan kasih mu.


~: Juhdi Mutaqin
(Didedikasihkan: Untuk Ayah dan semua jasanya yang dia berikan terhadap ku, Miss you Dad)

MENGENAL DIKSI DAN KARAKTERISTIK PUISI

Pengunaan diksi dalam puisi

Diksi adalah seleksi kata-kata untuk mengekspresikan ide atau gagasan dan perasaan (Ahmadi, 1988: 126). Diksi yang baik adalah pemilihan kata-kata secara efektif dan tepat di dalam makna serta sesuai dengan tema, audien, dan ke­jadian. Diksi juga berarti penataan, penyusunan, dan pemilahan kata-kata ke dalam susunan tertentu yang secara efektif dapat mengung-kapkan ide, gagasan, dan perasaan. Prinsip utama dalam diksi ada­lah bahwa dalam pemilihan dan penempatan kata harus se­suai, tepat, eko­nomis, dan tegas. Misalnya, larik puisi “Aku ini binatang jalang/dari kumpulannya terbuang” (“Aku”, Chairil Anwar). Kata ‘aku’ dipandang lebih sesuai, tepat, ekonomis, dan tegas daripada kata ‘saya, beta, hamba, atau daku’, diksi ‘binatang jalang’ dipandang lebih tepat daripada “binatang liar atau buas’, dan seterusnya. Hal yang penting diperhatikan ten­tang diksi dalam pen­ciptaan puisi, menurut Ahmadi (1988: 126-127), ialah bahwa setiap kata merupa­kan lambang atau simbol yang mengacu kepada sesuatu yang lain. Kata ‘aku’ dan ‘binatang jalang’ keduanya melambangkan kebebasan.

Penggunaan diksi dalam puisi, menurut Aminuddin (1995:215) se­cara umum memberikan gambaran berikut. Diksi dapat berupa kata dasar mau­pun kata yang telah mengalami proses morfologis, dapat berupa kata yang berciri autosemantis maupun sinsemantis. Dalam diksi terdapat kesesuaian hubungan kata-kata yang satu dengan yang lain, baik dalam rangka pencip­taan keseimbangan paduan bunyi maupun dalam penciptaan hubungan se­mantisnya. Ditinjau dari aspek semantisnya, kata-kata yang digunakan oleh penyair selain merujuk pada kata yang ciri semantisnya bersifat de­notatif, juga merujuk pada kata yang ciri semantisnya bersifat konotatif. Se­cara aso­si­atif, kata-kata yang digunakan dapat menggambarkan kata-kata yang me­miliki hubungan secara indeksial, kolokasional, sinonimi, hiponimi, an­tonimi. Aspek referensial yang digunakan ber­sifat transparan, kabur, ikonis, hipokonis, hanya diacu­kan pada gambaran ciri semantis dasar maupun telah mengalami pemindahan dari ciri acuan semantis dasarnya. Kata-kata yang digunakan dapat memberi kesan kedaerahan, merujuk pada kata yang biasa diguna­kan dalam komunikasi sehari-hari, dan dapat pula memberi kesan vulgar.

(Sumber) http://dpmp238.blogspot.com/2011/03/engenal-diksi-dan-karakteristik-puisi.html

Sabtu, 26 Oktober 2013

Untuk'mu~

Untuk kerinduan yang sulit diungkapkan, untuk kasih yang entah kapan akan dituangkan, untuk hal penting yang selalu diutamakan, untuk hati yang bahagia dan jiwa yang tenang, untuk semua usaha yang dilakukan tanpa kesia-siaan untuk pesan yang dituliskan air kepada matahari yang menjadikannya hujan dibumi, dan embun dipagi hari.
Untuk kamu yang sadar bahwa bahagia itu mudah tapi semudah apapun semua itu butuh pencapaian yang jelas, sadar atau tidak sedih dan bahagia itu berteman, sadar atau tidak cinta dan benci hanya beda kata namun satu makna, ketika iya hilang kita rindu ketika ada kita malu, akuilah apa yang terjadi, tinggalkan gengsi, be your self.

Rabu, 23 Oktober 2013

Inikah Harapan?!

Seperti harapan yang selalu dikejar, aku membuatnya lebih mudah; menjadikannya sebuah puisi dan harapan tersebut larut didalamnya. Sekarang bagaimana cara mewujudkan harapan tersebut?
Entahlah, akupun masih bertanya kepada apa yang tidak pernah menjawab dan aku masih bertanya kepada apa yang tidak pernah memberi solusi..
Sekarang yang aku tahu bagaimana cara mewujudkan harapan tersebut iyalah menyemangati diri ini seperi awal membentuk harapan tersebut, buatlah mudah dan berbobot untuk dipertimbangakan dan dipertangggung jawabkan..
Aku mengerti seperti apa hidup ini, aku mempertimbangkan pendapat (masukan); meski begitu akulah yang pada akhirnya akan memberi keputusan dan cara untuk mewujudkan harapan tersebut menjadi nyata dan terwujud..
Aku tidak berharap kepada hal yang tidak pasti, aku berharap atas apa yang aku ciptakan dan aku cita-citakan..

Mengenai Harapan

Tentang; bagai mana anak itu berharap bukan meminta dan terus berpangku tangan atas ketidak pastian, buatlah harapan untuk diri kita sendiri dan nyatakan untuk kehidupan kita sendiri, hidup kita dan kita lah yang menentukan aturannya. Selagi tidak keluar dari jalur ke Rohanian semuanya pantas untuk dipertahankan dan diperjuangkan, meski hanya untuk mengais alat tulis dan buku bacaan tak apa lah, itu bekal dan awal ilmu yang besar. Aku punya mimpi dan aku harus menyatakan itu dalam hidup ku..
"Hasil jepretan kawan saya, Arif "Joe"/@PuisiSederhana (on Twitter) dari dedikasinya terhadap dunia Fotographer dan Jurnalistik, dia itu berbakat :)"